Kisah Mantan Pemburu Burung Liar di Masihulan, Kini Bertobat dan Menjadi Pelaku Ekowisata di Pulau Seram, Maluku

Pemasangan Tali di Spot Pemantauan Burung di Masihulan

Antara tahun 70 sampai 80an di Masihulan, Seram Utara, Maluku Tengah terjadi perburuan masif terhadap satwa satwa endemik Pulau Seram, khususnya burung.

Pulau Seram sendiri menjadi habitat bagi burung endemik seperti Nuri, Kakatua Raja dan lain sebagainya.

Masyarakat Dusun Masihulan (sekarang Desa) menjadikan perburuan burung menjadi sumber mata pencaharian mereka.

Keramba Cinta ala Taha Bachmid: Dimana Cinta Dibudidaya

Banyaknya populasi burung saat itu membuat gampang didapatkan dengan harga jual yang cukup menjanjikan untuk warga lokal disana.

Nelson Sapulette atau biasa diapanggil Om Sony saat ditemui di Negeri Masihulan bercerita tentang pengalamannya menjadi pemburu burung liar.

"Beta generasi ketiga dari pemburu burung di Masihulan, turung dari beta pung bapa lalu kaka laki-laki kemudian ke beta" kata Om Sony.

Om Sony melanjutkan beliau sudah ikut menangkap burung sejak kelas 3 SD bersama sang Ayah dan kakaknya.

Rekomendasi Wisata Pulau di Kabupaten Seram Bagian Timur

Ia menuturkan dulu populasi burng sangat banyak di hutan Masihulan, bahkan ada yang sampai bermain di sekitaran kampung.

"Kalau dolo itu burung barmeng di atas-atas kampong sini" lanjutnya

Om Sony juga mengatakan sering bolos sekolah, bahkan tidak masuk sekolah karena ikut berburu burung di Hutan.

Sony Sapulette, Generasi ketiga penangkap burung di Masihulan

Perburuan masif yang dilakukan masyarakat melahirkan kelompok kelompok pemburu burung baru disana sampai sekitar tahun 90an, jumlah populasi burung di Masihulan mulai berkurang.

Terpaksa para pemburu harus mencari buruannya lebih jauh ke tengah hutan, bahkan sampai ke arah Seram Bagian Timur.

Eliza Kissya, Sasi Lompa dan Pantun, Perjuangan Sang Kewang Usir Tambang di Pulau Haruku

Akhir tahun 90an tepanya pada 1989, masuklah Yayasan Walacea ke Dusun Masihulan dengan menawarkan Ekowisata sebagai solusi kedapa warga.

Ketua Yayasan Wallacea saat itu, Ceisar Riupassa mengatakan awalnya sangat sulit untuk menyadarkan pada warga untuk berhenti melakukan perburuan liar.

"Awalnya paleng susah, dorang tidak percaya bahwa ada orang yang mau bayar untuk melihat burung. Dong tahu burung itu tangkap, mana ada orang datang k hutan lihat burung" lanjutnya

Pelahan namun pasti, kedatangan para tamu khususnya turis asing mulai mengubah pemikiran warga Masihulan.

Para Mantan Penangkap Burung Memperagakan Cara Buat Perangkap Burung

Beberapa penangkap burung kemudian diajak menjadi pemandu lokal dan diberi pengetahuan akan satwa satwa endemik di Pulau Seram.

Awal tahun 2000an sedikit demi sedikit para pemburu mulai terlibat dengan kegiatan ekowisata yang dibawa oleh Yayasan Wallacea.

Dan kini para pemburu tersebut sudah berhenti menangkap burung dan beralih menjadi pelaku ekowisata. Bahkan ada yang punya kelompok pariwisata sendiri.

Om Sony sendiri mendirikan Moritte Bird Watching di Masihulan dan mempunya cottage di hutan tempat untuk melihat burung.

Kelompok yang lain juga sudah punya rumah pohon sendiri dan dikelola secara mandiri oleh warga lokal disana.

Selengkapnya:



Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama